Kenangan Masa Orientasi..

Banyak cara mendidik yang pernah kita rasakan. Dari yang paling ekstreme (dengan cara pukul, sabet, tendang), sampai ke cara yang paling elegan (senyum, sentuh, ajari). Kita tentu dapat menilai, cara mana yang sebenarnya lebih mendidik.
Jika dahulu, saat kita baru terdaftar sebagai siswa baru, ada kegiatan yang dinamakan MOS (Masa Orientasi Siswa/ Santri), sampai saat ini pun Adik-Adik kita tak lepas dari kegiatan tersebut. Padahal, kalau kita ingat-ingat, mungkin dari total kegiatan yang dilakukan, hanya maksimal 10% pelajaran baik yang dapat kita ambil dari MOS (kala itu).
Ada pasal yang saya ingat hingga kini :
Pasal satu, SENIOR TIDAK PERNAH BERSALAH
Terus dilanjutkan dengan …
Pasal dua, JIKA SENIOR BERSALAH, KEMBALI KE PASAL SATU.
Lho????

Apa gak lucu? Jelas-jelas pasal satu mengatakan bahwa tidak pernah terjadi kesalahan pada diri Kakak Senior, kok di pasal dua malah ada penyangkalan bahwa senior bisa saja bersalah? Kacau dah!
Kejadian lucu tidak hanya berhenti di sini. Dalam beberapa hari kegiatan MOS, siswa baru diharuskan memakai pakaian yang lain dari lainnya, juga ini … 75% HAK MANUSIANYA DICABUT, kata pembina kala itu. Yang tidak dicabut hanya hak untuk bernafas. Ngomong dikit disuruh push-up. Nyela dikit dapat guling. Apalagi kalau ada yang kentut, bah!!! Bakal dijemur sampe’ kering pokoknya. Sampe’ bisa jadi SALE.
Bisa jadi, kejadian kala itu hanyalah imbas dari sistem balas dendam. Senior menginginkan perploncoan yang pernah ia rasakan, juga dirasakan oleh adik-adiknya. Bukan niat untuk mendidik adik-adik dengan tulus.
Bayangin aja, buat apa adik-adik dijemur siang-siang bolong? (ngelatih fisik katanya, yang ada malah kulit gosong, kena radiasi matahari langsung, bisa kena kanker kulit malah).
Buat apa juga adik-adik disuruh bawa tas yang terbuat dari kantong semen? (biar bisa ngerasakan penderitaan hidup rakyat miskin, katanya! Padahal pembayaran sekolah melunjak tiap taonnya).
Buat apa juga adik-adik diperintah bikin surat cinta? (Ni surat ditujukan pada seniornya yang paling disukai). Wah, ini kan diskriminasi. Pan kasian dengan senior yang gak dapat surat dari seorangpun. Apa dia gak merasa patah hati. Haha …

Jadi ingat, sebuah tulisan :
Apabila kita ingin menghancurkan seseorang, merusak dia sepenuhnya, atau memberi hukuman yang paling menyakitkan, sehingga pembunuh paling kejam pun gentar dan takut untuk menghadapinya, yang perlu kita lakukan hanyalah MEMBERINYA PEKERJAAN YANG TAK BERGUNA, SIA-SIA DAN IRASIONAL (Fyokor Dostoyevsky)

Dari semua kenangan itu, memang semua berkesan. Tapi nilai pendidikan yang didapat hanya sedikit. Apa sebabnya?
Karena :
Anak-anak lebih memerlukan teladan daripada kritik
(Joseph Joubert)

Bukankah yang terjadi selama ini adalah kita mengajari mereka dengan menyalahkan tanpa memberi solusi? Bukankah yang terjadi selama ini juga kita menganggap mereka sebagai botol kosong yang selalu ingin diisi? Kita tidak pernah menempatkan mereka berposisi sebagai nuklir yang siap meledak karena letupan kecil. Kita bahkan mungkin tidak melaksanakan sebuah sistem pendidikan yang memanusiakan manusia.
Kini, tiba lagi masanya bagi Adik-adik kita masuk ke dunia baru. Bagi yang telah menamatkan sekolah di SMP, dia akan masuk ke dunia putih abu-abu. Bagi yang telah menamatkan sekolahnya di level SMU, kini tiba saat masuk dunia kampus. Dunia penuh kebebasan, dunia yang penuh dengan dinamika sosial yang lebih menjanjikan daripada masa mereka dahulu. Itu anggapan sementara. Tapi apakah mereka akan sepenuhnya merasakan happy ending setelah tahu kehidupan sebenarnya dalam dunia kampus?
Para senior sebenarnya bisa membantu mereka menghadapi masa transisi dengan cara yang lebih baik. Diantaranya adalah dengan melaksanakan sebuah taaruf yang lebih bijak pada lingkungan baru. Jika tahun kemarin Ospek sudah tidak dimuati lagi dengan kekerasan, maka tahun ini adalah kesempatan memberikan muatan religi yang lebih pada kegiatan sejenis. Ada beberapa contoh masa pengenalan yang sebenarnya perlu diacungi jempol. Beberapa jurusan di UI mengadakan ESQ Training sebagai pengisi masa Ospek. Beberapa sekolah juga mengadakan Pesantren Kilat. Ini tentu lebih bermakna bagi adik-adik daripada kegiatan MOS ataupun Ospek yang selama ini menjadi momok bagi sebagian orang. Ajang berbuat kekerasan, berbuat irasional, gak masuk akal.
Kini saatnya kita menyadari, pendidikan hanya akan berhasil ketika didapatkan dengan kebebasan, bukan dengan paksaan.
Makassar, akhir Juli 2007
M. Zainal Abidin